Akhirnya, DILAN 1990 tayang di bioskop !
Sudahkah kau menonton filmnya ? Bagaimana menurutmu ?
Aku
menonton Dilan 1990 di hari pertama Februari, satu pekan setelah tayang 25 Januari lalu. Penuh
perjuangan dan demi-demi yang tidak akan kuceritakan tersebab pendahuluan
kali ini tidak sepanjang biasanya dan yang akan kubahas adalah Iqbaal sebagai
Dilan (melanjutkan tulisanku tentangnya di sini), chemistry antara Iqbal dan Vanesha sebagai
pemeran Dilan dan Milea, kesesuaian dengan novelnya, serta berbagai komentar
yang mungkin akan sangat subjektif. (AKAN-SANGAT-SUBJEKTIF).
---
DUH CAKEP BANGET GASIIII ? |
Pertama mungkin akan kukomentari filmnya terlebih dahulu. Awalnya aku terganggu karena begitu banyak iklan yang cukup menyita waktuku. Mungkin akan berbeda ketika kalian menonton (atau sama?). Namun kekesalan ini menjadi sedikit menghilang ketika melihat wajah Iqbaal dengan senyuman manis meminta maaf tidak bisa hadir ikut menonton bersama karena harus melanjutkan pendidikannya. Bagian ini memberikan kesan pertama yang baik, seakan-akan semua penonton sangat spesial. Bagian ini juga diiringi oleh teriakan-teriakan "aaaa" dari penonton lain yang jelas bukan aku.
---
Cerita diawali dengan narasi oleh
seorang perempuan yang duduk di depan laptop, yang mengisahkan dirinya sebagai
prolog, sesuai novel. Dilanjutkan dengan adegan ramalan, undangan, angkot, hingga pada jadian (NO SPOILER TODAY GUYS !) yang keseluruhannya sudah mendeskripsikan novelnya. Meskipun tidak persis sama dan
terdapat beberapa pengurangan, hal ini tidak begitu berarti (meski sejujurnya
bagiku sangat berarti). Adegan-adegannya juga berjalan lancar, tidak
terlalu banyak pengurangan atau penambahan yang mengganggu. Bagi kalian yang
belum membaca novelnya, film ini sudah cukup menggambarkan kisah Dilan-Milea
secara umum (karena banyak sekali detail-detail yang tidak kau temui di film!).
Aku maklum saja jika ada yang kurang, ada yang dilebihkan, atau ada yang seharusnya
begini malah begitu. Bahkan sekelas Harry Potter saja tidak persis sama dengan
novelnya. Jadi kesimpulannya, film ini sudah cukup baik untuk sebuah film adaptasi.
Beberapa cuplikan adegan Dilan 1990 |
Terkait film ini, terdapat beberapa bagian
yang kutandai. Pertama, pembaca
narasi (narator), suaranya tidak konsisten. Di beberapa bagian terdengar
seperti suara Vanesha, di bagian lain suara wanita lain yang lebih dewasa
(semoga aku tidak salah dengar). Kedua,
tokoh Susiana yang hanya sedikit sekali mengambil peran (hanya diperbincangkan
dan muncul satu kali). Padahal, Susiana yang menyukai Dilan memiliki peranan
yang cukup penting : menimbulkan rasa insecurity
pada diri Milea yang tidak begitu terlihat di film ini. Ketiga, adanya bagian novel yang tidak
dimunculkan atau hanya muncul sedikit saja, seperti bagian Syukuran yang tidak
dimunculkan sama sekali, Pendapatku tentang Beni yang hanya sepintas saja
(tidak sejelas di novel), dan Pergi dengan Kang Adi yang adegannya hanya
menampilkan ITB dan di mobil yang menurutku tidak menjelaskan kenapa Lia tidak
suka kepada kang Adi yang omong-omong pemerannya di film sesuai dengan
imajinasiku ketika membaca. Keempat, adegan Dilan dan Anhar yang durasinya begitu lama, padahal di novel tidak ditampakkan adegan keras seperti itu. Ini malah memberi kesan negatif, seakan-akan cinta itu harus dibuktikan dengan perkelahian. Menurutku, daripada adegan dibuang untuk pertengkaran yang ga oke-oke banget lebih baik dialihkan pada bagian romantis Dilan-Milea, percakapan sederhana yang mengundang tawa misalnya. Kelima, rasaku ending film ini begitu biasa-biasa saja. Oke, memang di novel setelah perkelahian
dengan Anhar, Dilan dan Lia ke Warung Bi Eem dan dilanjutkan dengan proklamasi.
Akan tetapi, ending ini tidak menggigit sama sekali. Bahkan ada penonton yang
berkata “Udah, segini aja ?”. Entah
ekspektasiku yang begitu tinggi, atau bagaimana. Menurutmu ? Keenam, last but not least, judulnya. HAHA sepele sih, tapi yaudahlah ya. Novelnya berjudul Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990 sementara filmnya, Dilan 1990. Kepanjangan kali ya ? Tapi aku sudah terbiasa dengan novelnya, gimana dong ?
---
Maksa banget ga sih ??? |
Film
nya memang dahsyat, lebih dari DUA JUTA TIKET TERJUAL
dalam SEPEKAN. AADC, AAC, LEWAT ! Lalu bagaimana dengan Iqbaal ? Jika kau sudah
membaca tulisanku tentang Iqbaal, kau pasti tau bahwa aku sudah meragukannya
sedari awal, namun jujur saja ketika menonton trailernya (klik ini) (yang kuulang berkali-kali) aku optimis Iqbaal berhasil
memerankan Dilan dengan baik, tepat, dan sesuai harapan banyak orang (Jika kau
sungguh penggemar Dilan sedari awal pasti mengerti). Akan tetapi ketika aku
duduk dengan manis, menonton dengan seksama, ekspektasiku setelah menonton trailer menjadi pupus. Terdapat beberapa
catatanku untuk Iqbaal. Pada beberapa bagian, gombalan Dilan terasa hambar, dan
di beberapa bagian terasa manis. Jika pada review trailer kuucapkan bahwa ia cocok memerankan bagian romantis, perkataan
tersebut harus kucabut kembali di sini karena ternyata dia tidak sempurna
memerankan bagian manis-manis yang menjadi daya tarik Dilan. Terlebih bagian
ketika ia dinarasikan Milea sebagai Panglima Tempur. Sungguh-sungguh lucu. Maksa banget coy ! Begitu pula ketika ia
bertengkar dengan Anhar (yang durasinya begitu lama). Iqbaal sebagai Dilan tidak
bisa kukatakan gagal atau sangat buruk atau tidak cocok sama sekali. Lumayan,
tapi tidak membuatku jatuh cinta, seperti Dilan yang membuatku tergila-gila.
---
Satu yang membuatku kagum, yaitu chemistry antara Iqbaal dan Vanesha. Meskipun terkesan seperti Kakak dan Adik, karena Vanesha memiliki wajah yang lebih dewasa (atau Iqbaal yang overcute ?), mereka memerankan dua remaja yang tengah dimabuk asmara dengan sangat baik ! Entah karena memang profesional dan menghayati peran masing-masing, atau karena ada rasa ketertarikan satu sama lain alias cinlok? Entahlah, aku tidak mau berspekulasi. Mereka berhasil menjadi sepasang kekasih yang saling jatuh cinta, dan aku harus akui itu.
Alloh ? |
---
Aku yakin, akan ada yang bertanya mengapa aku memberi nilai 6/10. Baiklah, akan aku jelaskan. 6/10 adalah angka yang pantas menurutku. Bukan apa-apa, aku bukanlah haters Iqbal garis keras sehingga aku memberikan 6 untuk film yang bisa saja membuatmu baper setengah gila ini. Harus kukatakan bahwa aku sudah membaca Dilan sejak 2014, membeli Dilan 2 dan Milea sesegera mungkin setelah bukunya muncul di Gramedia, dan membacanya berulang kali serta mengajak banyak orang untuk ikut membaca. Untuk itu harus kukatakan sekali lagi, bahwa aku sangat mengenal Dilan, Milea, dan dunia mereka. Jadi sebagaimana yang sudah kusampaikan di atas, filmnya tidak jelek, cukup memberi gambaran novelnya, Iqbaal pun tidak bermain jelek, begitu pula Milea dan pemeran lain. Tapi rasanya hambar saja. Tidak lagi menggebu, tidak begitu mengena di hati. Kalau kau katakan hal ini terjadi karena aku tidak lagi terbiasa dengan hal romantis, kau salah besar. Setiap membaca Dilan, aku masih suka tersenyum sendiri, begitu halnya ketika aku membaca semua karya Ilana Tan (meski yang tersedian di kos cuma Spring in London). Oleh karena itu, salah besar jika aku tidak baper karna hatiku beku. Aku tidak baper, karena ya memang tidak ada alasan untuk baper (meski tak kupungkiri di beberapa bagian aku tersenyum sendiri), jadi ya begitulah.
Aku tidak mengerti sinematografi, tidak tau tata cahaya, tata rias, dan segala hal teknis lainnya. Yang kutahu hanyalah Dilan, sejak hampir empat tahun lalu. Untuk itu 6/10 sudah cukup untuk film Dilan 1990.
<3 Anne.
PS : feel free to share your opinion !
PSS: Silahkan baca/tonton review lain sebagai pembanding ya !
Komentar
Posting Komentar