Langsung ke konten utama

Dikontrak UNDP Indonesia!

Jadi di sinilah aku, dengan pengalaman, ilmu dan keluarga baru. 20(+5) hari berproses, selama
itu pula aku belajar banyak.

Banyak di antara teman-temanku yang menanyakan perihal menghilangnya aku dari peredaran kampus. Tidak banyak yang tahu bahwa aku tengah “bekerja” secara “profesional”.

Sebuah keluarga.

Baiklah kita tarik masa ke belakang.

November, 2018. Michiko mengirimkan pesan berupa TOR sebuah acara. Aku diminta untuk mewakili Duta Lingkungan Pekanbaru mengikuti Workshop Pengelolaan Sampah Kota  Pekanbaru. Kegiatan ini merupakan kerjasama UNDP Indonesia dan Pemerintah Kota Pekanbaru. Jadilah aku selama tiga hari berada di BAPPEDA Kota Pekanbaru bersama dengan berbagai sektor: Pemerintah (Organisasi Perangkat Daerah (OPD), RT/RW, Lurah, Camat), swasta & filantropi, pegiat Bank Sampah, serta Komunitas. Tugas kami sederhana saja: merumuskan ide pengelolaan sampah Pekanbaru, berangkat dari permasalahan sampah rumah tangga di dua lokasi pilot project yaitu Kel. Sialang Munggu (Kec. Tampan) dan Kel. Sukaramai (Kec. Pekanbaru Kota).

Peserta Workshop Desain Pengelolaan Sampah Kota Pekanbaru

Eits, tapi tidak sesederhana itu. Gagasan yang disampaikan harus jelas. Kami juga membuat prototipe, rencana bisnis, serta melakukan uji lapangan berhadapan langsung dengan masyarakat. Aku satu kelompok dengan Ibu Vivi (Balitbang Kota Pekanbaru), Ibu Nora (Founder Bank Sampah TDB), Bang Robi (Komunitas Social Corner), Ibu Rani (Bappeda Provinsi), Bapak Mahmud (Dinkes Pekanbaru) dan Bapak Firman (Dompet Dhuafa) serta Bang Jali (Green Radio) selaku fasilitator. Ide kami adalah Bank Sampah Digital (soal idenya harus ada pembahasan lebih lanjut). Sebagai anak bungsu, banyak sekali ilmu dan pelajaran yang kudapatkan. Dari bincang-bincang makan siang hingga pada saat diskusi berlangsung. Wah benar-benar menyenangkan deh!

Di penghujung kegiatan kami diminta untuk menuliskan sebuah form apakah ingin terlibat berpartisipasi dalam implementasi ide. Tentu saja aku menuliskan namaku serta sumberdaya yang kumiliki.

Siapa sangka, pada akhirnya aku ditelfon oleh Pak Yudi (Distric Facilitator Secretariat SDGs UNDP). Beliau menanyakan apakah aku bersedia menjadi Tim Inkubasi yang akan merumuskan ide pengelolaan sampah Pekanbaru. And the journey begin..


___

Ketika menerima panggilan telefon dari Pak Yudi, aku tidak menyangka bahwa akan “seserius” ini. Serius dalam artian serius. Dikontrak selama 20 hari! Satu bulan, Senin-Jumat. Selain aku, ada pula Bu Nora dari Bank Sampah TDB, Kak Ellyn dari BAPPEDA Riau, Bang Robi dari Komunitas Social Corner, dan Bang Adit dari IPEMARU.

Sebelum memulai masa inkubasi ini, kami diminta untuk mengirimkan dokumen (ya standar sih KTP, foto buku rekening, ijazah, CV), lalu surat rekomendasi dari supervisor. Karna aku belum pernah bekerja, aku meminta rekomendasi dari Ibu Wenny (Kasi Peningkatan Kapasitas, Informasi, dan Komunikasi Lingkungan DLHK) karna aku adalah Duta Lingkungan dan bang Rinaldi (Presma UNRI Kabinet Pilar Peradaban) karna jabatan terakhirku di BEM sebagai Dirjen Eksternal KEMENPP di bawah beliau (tentu terimakasih banyak untuk istrinya Pak Pres: bumil Nabila mybestie since day 1). Kemudian akhirnya aku ditelfon kembali oleh Pak Khairul (UNDP) bahwa I’m not qualified (yah beliau ga bilang begini sih) karna belum pernah bekerja dan belum lulus kuliah. Intinya aku tidak memenuhi kriteria UNDP deh! Yah meski kontrakku tidak dibatalkan, namun pembayaran untukku tidak sama banyak dengan yang lain. Tak soal, meskipun dikurangi tetap banyak sekali kok untukku yang bahkan belum lulus kuliah, tidak ada pengalaman. Apalagi bila dibandingkan dengan ilmu, pengalaman, serta relasi yang kudapatkan, haduh tidak bisa dibeli deh!

___

Masa inkubasi dimulai pada tanggal 18 Februari. Dibuka langsung oleh Walikota Pekanbaru, Bapak Firdaus ST.MT. Momen yang membuatku terharu adalah ketika Ibu Ratna (Provincial Facilitator Secretariat SDGs UNDP) kami satu persatu di hadapan hadirin (HEHE maaf ya norak, cuma aq terharu gimana dong). Ingin kuceritakan semua, tapi nanti malah jadinya seperti summary week yang kubuat setiap pekan hehe.

Pada intinya, tugas kami adalah merumuskan solusi bagi permasalahan sampah kota Pekanbaru.
Hasil workshop pada November lalu kami diskusikan kembali. Akan dipilih satu ide yang akan diimplementasikan. Prosesnya sama dengan yang kami lakukan di workshop. Perumusan ide -uji lapangan - rencana bisnis - prototipe. Kelihatannya mudah ya? Tinggal memilih saja. Namun percayalah buatku ini sebuah hal yang luar biasa sulit dan menantang.
stakeholder mapping: salah satu hal paling awal yang dikerjakan.


Harus kuakui, 3 hari pertama adalah hari terberat. Culture shock kata orang-orang. Meski memiliki pengalaman organisasi yang cukup baik (ceile), sering terlibat diskusi, sering terlibat dalam kegiatan sosial dan relawan, tapi aku merasa sangat bodoh. Sungguh-sungguh bodoh (jika kamu mengikuti Twitterku, kamu akan membaca betapa sering aku mengutuk diriku goblo).

Rasanya berbeda sekali. Aku merasa sangat bodoh, rendah diri, seakan tidak layak. Malah bertanya, mengapa aku dipilih menjadi bagian dari tim ya? Hal ini kuutarakan pada Michiko, lalu jawabnya “Sadar ga sih Ne kau tu terlalu sering menilai dirimu rendah padahal sebenernya ga gitu. Misal nih, nilai kau tu sebenernya 9 tapi karna kau menilai dirimu 5, jadinya yang keluar juga 5, ga maksimal”. Setelah kupikir, iya jugak ya kan.

everyday mood. bingung selalu. mikir keras karna goblo wkwk

Daaaan, seperti biasa. Bukan aku namanya bila hanya mengutuk diri. Aku berusaha keras mengikuti alur (percayalah I did my best) hingga akhirnya mulai bersuara, mulai mengeluarkan gagasan. Hehe namanya berproses kan beb.

Pekan pertama dilalui dengan “Wah ternyata aku bisa melalui ini semua”. Pekan kedua berjalan lancar, uji lapangan dan bertemu masyarakat selalu menyenangkan. Aku menikmati sekali pekan ini. Pekan ketiga? Hah jangan tanya. Aku hampir gila. Pekan ketiga adalah saatnya untuk membuat rencana bisnis. Aku bertugas membuat rencana bisnis. Yah tidak sendiri, tentu saja diajarkan dan dibantu yang lain. Tapi tetap saja ini sangat sulit. Hei! Aku mahasiswa perikanan. Kami tidak diajarkan rumus laba rugi nilai investasi. Jadilah aku seperti anak les bimbel terus bertanya dengan Bang Adit wqwq. Tapi akhirnya terlewati juga. Puncaknya saat pekan ke empat. Ketika esoknya kami mempresentasikan ide di hadapan UNDP Indonesia, Tanoto Foundation dan berbagai sektor swasta dan filantropi lainnya. Sebuah pengalaman luar biasa. Lagi aku merinding ketika dikenalkan oleh Kak Ellyn sebagai Duta Lingkungan Pekanbaru (wqwq yaudahsi gpp aq emang norak).

gpp gendut yang penting senenk.

mendiskusikan semua hal.

Hari (yang seharusnya) terakhir, kami diberitahu bahwa UNDP akan memperpanjang kontrak untuk mempersiapkan segala sesuatu sehingga ide ini siap untuk diluncurkan di lokasi pilot project. Yah, jadilah 20(+5) hari aku, si amatiran mencoba menjadi profesional.
Bersama Ibu Sophie Khemkadze (Deputy Country Representative UNDP), BAPPENAS, Tanoto Foundation, Tim Inkubasi, Sekretariat SDGs Riau, UNDP Indonesia.

Tau-tau sudah selesai. Setelah kurenungkan banyak sekali yang kudapatkan.

Dari para narasumber: Bapak Seto (yang kadang kesebut Kak Seto) atas semua pengetahuan tentang data dan pengelolaan persampahan Pekanbaru, Bapak Satria atas ilmu komunikasi dan teknik wawancara masyarakat, Ibu drg. Vivi atas sharing knowledge yang sangat menginspirasi (pengalaman di luar negeri, sebagai direktur RSUD Meranti, sebagai peneliti, keren pokonya!), Ibu Sari atas ide-ide dan brainstorming soal konten kreatif.

Pak (Kak) Seto
Ibu Vivi
Pak Satria
Ibu Sari


Dari UNDP Indonesia:
Bu Ratna, super cerewet super perhatian, super cerdas juga, ramah, rendah hati, baik hati, dan tentu seorang ibu hebat. Dari beliau aku belajar tentang kerja keras, kesungguhan, dan bagaimana menjadi perempuan hebat, karir dan keluarga. “jangan ragu untuk bersikap ramah pada orang lain, jangan ragu untuk senyum atau menegur duluan” –hehe tau aja bu Ratna aku orangnya ga gitu banget wk.
Ibu Ratna (di antara Walikota Pekanbaru dan Kepala DLHK Pekanbaru)

Agan BosQ Pak Yudi yang sungguh luar biasa baik, punya cerita luar biasa keren ga abis-abis (semoga panjang umur ya gan agar ceritanya sampai ke telinga cucu uhuy). Dari beliau aku belajar bahwa untuk menjadi matang, belajar dari pengalaman sangat diperlukan.
Agan BosQ Pak Yudi & Pak Muharam

Pak Muharam, fasilitator terbaik se Indonesia Raya, penuh semangat, total membimbing dan mengarahkan (dah kaya dosbing uy), ceria dan rendah hati pula. Dari beliau aku belajar bahwa kontribusi adalah hal yang luar biasa. “Ketika kita digaji hanya 500 ribu, tapi seharusnya  10 jkita dibayaruta, maka jangan kecil hati karena sesungguhnya 9,5 juta itu adalah kontribusi kita yang sesungguhnya”. Membuatku sadar bahwa gaji gede emang perlu beb, tapi kontribusi yang utama. *tbtb kepikiran dengan gaji yang dikasih ke aku apa sesuai sama kontribusi yang kuberi ke tim yak wk.

Kak Gina, anak magang pecinta koreyah yang menjadi sohib sejati alayersku berbincang banyak hal. Penggemar musik 70an apa 80an kak? Jadul lah pokonya. Sangat telaten, sangat sabar, sangat hati-hati. Sangat ramah, sangat helpful sangat pekerja keras. Ugh see u on top lah luvs!
Kak Gina sebelum rambut dora <3

Lalu juga Mas Zul yang ga ngerti lagi pinter banget. Bapak dosen PWK UGM yang baik hatinya, selalu memantau dan mengarahkan tim. Trus Mas Ardi juga, yang ramah sekali dan baik hati. Mas-mas berdua yang bikin aku mikir “Gila masih ada ga ya di luar sana orang kaya gini?” wk lebay
Mas Zul (yang mikrofonnya nyala)

Mas Ardi (lagi fokus terjemahin ucapan ibu Sophie)


Daaaan tentu saja Tim Inkubasi, yang melalui suka duka bersama-sama.

Ibu Nora, yang jadi banteng dan mami royal kami. Pekerja keras, tipikal mamak-mamak yang tegas, berkemauan kuat, cerdas, dan tidak mau hebat sendirian. Banyak sekali belajarku dari beliau soal bank sampah. Kalau nanti tiba-tiba tidak punya pekerjaan dan bikin bank sampah,  percayalah beliau adalah suhunya.
Ibu Nora #forevermood

Kak Ellyn, yang luaaar biasa sekali. Cerdas, lugas, pekerja keras. Seorang ASN yang patut diberi penghargaan luar biasa (Kalau Pak Gubernur baca, nama beliau Rizky Rahmawati, Ahli Perencanaan BAPEDA Riau), lembur terus tiap hari sampe jam 9/10 malam. Ilmunya luar banyak. Dari Kak Ellyn aku belajar soal bahasa dewa yang dipakai pemerintah, belajar soal integritas sebagai abdi negara dan tips memasuki dunia kerja. Kalau semua ASN kaya kak Ellyn, pasti beres urusan negara ini.
Kak Ellyn. (jan salfok ke kue kotak) #forevermood

Bang Adit, lulusan Teknik Industri yang sangat teliti. Rekan turun ke masyarakat, menghadapi ocehan masyarakat, bahkan sampai bengong-bengong menanggapi reaksi Mamak-mamak pasar:
“Mana aku tau, tanyalah sama orang yang buang sampah ke sungai tu”. Memang ada-ada saja.  Bang Adit ini cerdas sekali. Guru lesku bikin bussines plan (tanya terooos). Dari bang Adit aku belajar soal kesungguhan, kemauan belajar, dan ya tentu sabar.
Bang Adit #forevermood

Bang Robi Armilus, yang ternyata udah lulus S2, aktivis kampus pada masanya. Makanya nyambung ngobrol sama abang ini. Punya relasi yang luas, pengalaman luas juga. Pinter ngomong, dan jadi rekan diskusi soal ide. Dari bang Robi aku belajar bahwa mencari ilmu itu penting, apalagi di usia muda, sama pentingnya dengan membangun relasi.
Bang Robi #forevermood

Untuk semua nama yang kusebutkan di atas, terimakasih atas ilmu dan kesempatan belajar,
mengenal dan memiliki keluarga baru.

___

Pada akhirnya, pengalaman ini adalah rentetan kejadian yang terhubung. Aku tidak akan menjadi bagian dari tim inkubasi jika tidak mengikuti desain workshop pengelolaan sampah. Workshop ide pengelolaan sampah dan periode inkubasi ini tidak akan terlaksana apabila tanpa kerjasama UNDP Indonesia, Pemprov Riau, dan Pemko Pekanbarut. Tentu saja, aku tidak akan menjadi bagian ini semua tanpa diminta Michiko untuk ikut serta. Dan Michiko tidak akan memintaku bila aku bukan Duta Lingkungan Pekanbaru.
Yah, beginilah takdirnya, siapa sangka?

Hal-hal ajaib yang dimulai dari berbuat baik, begitu menurutku. Bagaimana dengan, siap memulai hal baik esok hari?

miss u guys!!
(Bang Adit-Bu Nora-Aku-Bang Robi-Kak Ellyn-Pak Muharam-Agan BosQ Pak Yudi
Bu Ratna-Kak Gina)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Train to Busan (2016) Review & Sinopsis (+Spoiler) : i see human, but not humanity.

Sore tadi, aku menonton film yang sebenarnya sudah cukup lama ingin ku tonton. Bukan genre favorit sesungguhnya, namun cukup menarik minatku. Kebetulan teman se kosku, Elva ingin menonton film ini, tapi dia takut sendirian. Baiklah, cukup basa-basinya. Selamat membaca :) for more pictures search on google ;) Train to Busan adalah film asal negeri ginseng, Korea Selatan yang berhasil mengagetkan industri perfilman internasional. Tidak hanya sukses di negara terdekat saja, Train to Busan menggemparkan ranah film barat yang memang sudah sering mengangkat cerita serupa : ZOMBIE. Sebagaimana yang sudah kusampaikan di awal, film yang menampilkan zombie tidak pernah masuk dalam daftar tontonan favoritku. Aku sangat jijik melihat zombie yang berdarah-darah, memakan manusia dengan rakus dan penampilannya yang membuatku ingin muntah. Tidak banyak film serupa yang pernah kutonton, Price Prejudice and Zombies, Warm Bodies dan satu film lagi yang dibintangi oleh Tom Cruise yang

Dikejar Monyet

Aku akan berkisah tentang pengalaman yang sangat luar biasa Yang kualami sendiri Hari ini, aku ada rapat di sekre BEM Universitas Riau. Persiapan acara nasional di bulan Maret nanti Dan kebetulan aku adalah CO Acara Seperti biasa, aku berjalan kaki dari kos Melewati jalanan kampus yang sepi Seharusnya aku sudah memposting sebuah tulisan yang kubuat hari Kamis lalu, tapi aku lupa Tentang monyet Namun tenang saja, ketika aku menulis kisah ini postingan itu sudah bisa kau baca Mungkin ini adalah teguran dari Allah Aku begitu sombong Kau boleh membacanya di sini Hari ini aku diberi sebuah pengalaman yang sangat luar biasa Entahlah bagaimana caranya menceritakan Tapi kau harus baca jika ingin tau Kembali lagi ke cerita hari ini Jika kau sudah membaca postinganku sebelumnya kau pasti sudah tau bahwa ada sebuah jalan yang harus dilewati jika ingin ke sekre, dan orang-orang yang lewat di jalanan tersebut sering melihat monyet, bahkan dikejar. Nah, sebagaimana yang kutul

Puisi Pendek Kala Hujan (6)

Sebagai gadis yang jatuh cinta kepada rintik Jelas tak ada alasan bagiku untuk berteduh di kala hujan Namun jika itu adalah dalam pelukmu Aku rela terus disana Meski harus tenggelam bersama luka Bersama hujan pagi dan dingin di kamar kos yang sepi Anne