Langsung ke konten utama

Kenalan dengan Lamun, yuk!




Sebagai mahasiswa manajemen sumberdaya perairan, banyak sekali ilmu dan pengetahuan baru yang kudapatkan terkait keanekaragaman hayati yang hidup di perairan, baik sungai danau, rawa, serta laut. Salah satunya adalah lamun.
Lamun = seagrass = rumput laut

Kau tahu apa itu lamun? Kalau belum, biar kuberitahu. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan laut yang hidup dan tumbuh di pesisir perairan laut dangkal (sungguh bahasa anak perikanan). Sederhananya lamun adalah rumput laut. Eits tapi bukan rumput laut yang biasa kau temui di es rumput laut ya! Rumput laut yang segar tersebut adalah alga, disebut seaweed (jadi sebenarnya penyebutan rumput laut untuk seaweed ini kurang tepat, tapi yasudahlah gapapa ya gimana lagi).

Lamun bisa kau temukan di perairan laut dangkal, estuarine (muara sungai) yang mempunyai kadar garam tinggi, daerah yang selalu mendapat genangan air ataupun terbuka saat air surut, dan bisa hidup pada subtrat pasir, pasir berlumpur, lumpur lunak dan karang. Di perairan Indonesia terdapat 15 spesies, yang terdiri dari 2 suku dan 7 marga. Jenis lamun yang dapat dijumpai di perairan kita ada 12 jenis, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii (yang paling banyak ditemeui), Cymodocea rotundata, Cymodocea. serrulata, Haludole pinifolia, Halodule uninervis, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila spinulosa, Syringodium iseotifolium, dan Thalassodendron ciliatum. Sedangkan tiga jenis lainnya, yaitu Halophila sulawesii merupakan jenis lamun baru yang ditemukan oleh Kuo pada tahun 2007, Halophila becarii yang ditemukan herbariumnya tanpa keterangan yang jelas, dan Ruppia maritima yang dijumpai koleksi herbariumnya dari Ancol-Jakarta dan Pasir Putih-Jawa Timur.

Di Indonesia, “seagrass” memiliki berbagai nama daerah. Di Teluk Banten seagrass dikenal sebagai lamun; di Kepulauan Seribu disebut ’rumput pama’, ’oseng’, ’samo-samo’; di Kepulauan Riau disebut rumput setu atau setu laut; di Sulawesi Selatan disebut rumput ’samosamo’, ’rumput anang’; di Maluku disebut ’lalamong’, ’samo-samo’, ’pama’, ’ilalang laut’; di Maluku Utara disebut ’rumput gussumi’, ’guhungiri’, ’alinumang’; di Pulau Kabaena, Muna, Buton dan Sulawesi Tenggara disebut sebagai ’rumput lelamong’ atau ’rumpat lela’. Di Pulau Maratua, Kalimantan Timur, lamun spesies Enhalus acoroides dikenal sebagai ’rumput unas’. Tapi aku terbiasa menyebut seagrass ini lamun, bukan rumput laut (ya rumput laut ingatnya yang seger-seger he he he)

Lamun memiliki peran dan fungsi yang sangat krusial bagi ekosistem laut, yaitu

Sebagai produsen primer
Gambar terkait
Fotosintesis di bawah laut!

Lamun yang merupakan tumbuhan autotrofik dapat mengikat karbondioksida (CO2) dan mengubahnya menjadi energi yang sebagian besar memasuki rantai makanan, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi sebagai serasah. Produktivitas primer padang lamun relatif tinggi di pesisir. Ya tidak kalah saing dengan makroalga dan mangrove lah!

Sebagai tempat tinggal biota
Gambar terkait
Coba tebak ini penyu apa?
(Foto oleh: obawebsite.com)

Seperti rumput di daratan, Lamun dapat memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai macam organisme laut. Padang berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), dan tempat mencari makanan (feeding ground) dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang. Biota yang tinggal dan mencari makan di padang lamun ini mempunyai kontribusi terhadap keragaman komunitas lamun. Lamun juga penting bagi biota terancam punah (endangered species) seperti dugong dan penyu yang memanfaatkan lamun sebagai makanan utamanya.

Sebagai Penangkap Sedimen serta Penahan Arus dan Gelombang
Hasil gambar untuk seagrass
Ketika gelombang datang.
(Foto oleh: Conservation Getaway)
Daun lamun yang lebat akan memperlambat aliran air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Daun lamun berfungsi sebagai penangkap sedimen serta penahan arus dan gelombang yang berperan dalam mencegah erosi pantai. Padang lamun bisa menangkap dan menstabilkan sedimen, sehingga air menjadi lebih jernih. Ketika gelombang air mengenai padang lamun, energinya menjadi turun, sehingga sedimen yang terlarut di air bisa mengendap ke dasar laut. Ketika sedimen terendapkan di dasar, sistem perakaran padang lamun menjebak dan menstabilkan sedimen tersebut.

Sebagai Penyerap Karbon
Hasil gambar untuk seagrass
Tuh kan!
(Foto oleh: The Ocean Foundation)
Padang lamun juga berperan seperti hutan di daratan dalam mengurangi karbondioksida (CO2). Seperti tanaman darat lainnya, lamun memanfaatkan karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesa dan menyimpannya dalam bentuk biomasa. Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI diketahui bahwa padang lamun dapat menyerap rata-rata 6,59 ton C/ha/tahun atau setara dengan 24,13 ton CO2/ha/tahun.

Kau kagum dengan lamun? Sama, aku juga. Ketika menjadi maba dahulu, mempelajari lamun di Biologi Laut (ya sebenarnya tidak hanya di matkul ini saja sih), aku juga terpesona dengan keajaiban lamun ini (oke sebenarnya aku terpesona dengan semua keanekaragaman hayati laut yang kupelajari). Namun ternyata keadaan di lapangan tidak seindah yang dibayangkan. Yah, ekspektasi dan realita kadang memang berbeda jauh dan menyakitkan bukan? Ekspektasiku adalah, lamun dapat kutemui di perairan mana saja, eh ternyata realitanya tidak begitu. Di perairan Sumatera Barat saja misalnya (yang terdekat dari Riau) sudah jarang ditemui lamun. Kami mesti ke Bintan (Kepulauan Riau) untuk bisa melihat padang lamun yang hijau (teman-teman satu angkatanku banyak yang penelitian di sini). Mengapa sih kok ekspektasi berbeda dengan realita? Biar kuberitahu.


Pengembangan pantai, reklamasi, penggunaan alat tangkap yang merusak, aktivitas budidaya, limbah dan lainnya. Iya, ini ulah manusia.
Aktivias manusia adalah penyebab utama dari segala permasalahan yang mempengaruhi ekosistem lamun di seluruh dunia. Ya meskipun di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor alami seperti gelombang dan arus yang kuat, badai, gempa bumi dan tsunami. Tapi tetep aja beb, lebih banyak aktivitas manusianya!

Penyebab utama hilangnya padang lamun secara global adalah penurunan kecerahan air, baik karena peningkatan kekeruhan air maupun kenaikan masukan zat hara ke perairan. Sementara itu, penyebab utama hilangnya padang lamun di daerah tropis (termasuk Indonesia) adalah peningkatan masukan sedimen ke perairan pesisir akibat pembalakan hutan di daratan dan penebangan mangrove di pesisir yang bersamaan dengan pengaruh langsung dari kegiatan budi daya perikanan. Di Indonesia dengan adanya pengembangan pantai (di hampir seluruh pantai di Indonesia) akan merusak lamun karena pengerukan, peningkatan, sedimentasi dan yang pasti polusi perairan. Termasuk juga reklamasi (ya gengs aku anti reklamasi reklamasi club) yang jelas merusak lamun karna aktivitas reklamasi ini. Kemudian adanya penggunaan alat tangkap yang merusak seperti trawl dapat menyapu biota yang ada di dasar perairan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan lamun. Aktivitas budidaya juga dapat mengganggu pertumbuhan lamun karena sisa pakan yang berlebihan bisa menimbulkan penyakit bagi organisme yang ada di lamun. Belum lagi perkara limbah yang menimbulkan blomming algae karena eutrofikisasi sehingga menyebabkan kondisi kurang cahaya dan oksigen (gimana lamun mau berfotosintesis coba!). Satu lagi hal penting adalah kesadaran & pengetahuan masyarakat (aparat pemerintah juga!) mengenai lamun masih rendah, sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk mejaga lamun ini.

Melalui tulisan dalam rangka Hari Keanekaragaman Hayati Dunia 2019 ini, selain ingin berbagi mengenai lamun, aku juga ingin agar kita bersama-sama menjaga lamun sebagai salah satu keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia.Setelah membaca keajaiban fungsi dan ancaman yang ada pada lamun, rasaku sudah saatnya kita mengambil peran dalam menjaga keanekaraman ini, jangan sampai menjadi tumbuhan langka yang dikonservasi baru kita heboh menjaganya. Jagalah selagi ada, nanti kalau punah kita bagaimana? Kaya doi gengs, kalau ga dijaga ntar diambil orang *ups.  Bila kita belum dapat melakukan restorasi padang lamun (ya agak sulit sih karna butuh keahlian), kita dapat memulai dengan cara sederhana seperti menjaga kebersihan pantai, tidak membuang sampah ke laut & sungai (serta selokan), dan harus bijak mengelola sampah sendiri. Dimulai dari diri sendiri dong!

Setiap tahunnya pada tanggal 10 Agustus diperingati Hari Konservasi Alarm Nasional, tapi rasaku tidak harus menunggu momen ini untuk menjaga keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia, ayo mulai beraksi dan berbuat baik. Bila kau bingung mau memulai dari mana, bisa diawali dengan menyebarkan tulisan ini kepada siapa saja hihi!

Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat ya!


sumber bacaan:

Status Padang Lamun Indonesia 2018 - Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI

Kiswara, Wawan dan Malikusworo Hutomo. 1985. HABITAT DAN SEBARAN GEOGRAFIK LAMUN. Oseana, Volume X, Nomor 1 : 21- 30,


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Train to Busan (2016) Review & Sinopsis (+Spoiler) : i see human, but not humanity.

Sore tadi, aku menonton film yang sebenarnya sudah cukup lama ingin ku tonton. Bukan genre favorit sesungguhnya, namun cukup menarik minatku. Kebetulan teman se kosku, Elva ingin menonton film ini, tapi dia takut sendirian. Baiklah, cukup basa-basinya. Selamat membaca :) for more pictures search on google ;) Train to Busan adalah film asal negeri ginseng, Korea Selatan yang berhasil mengagetkan industri perfilman internasional. Tidak hanya sukses di negara terdekat saja, Train to Busan menggemparkan ranah film barat yang memang sudah sering mengangkat cerita serupa : ZOMBIE. Sebagaimana yang sudah kusampaikan di awal, film yang menampilkan zombie tidak pernah masuk dalam daftar tontonan favoritku. Aku sangat jijik melihat zombie yang berdarah-darah, memakan manusia dengan rakus dan penampilannya yang membuatku ingin muntah. Tidak banyak film serupa yang pernah kutonton, Price Prejudice and Zombies, Warm Bodies dan satu film lagi yang dibintangi oleh Tom Cruise yang

Dikejar Monyet

Aku akan berkisah tentang pengalaman yang sangat luar biasa Yang kualami sendiri Hari ini, aku ada rapat di sekre BEM Universitas Riau. Persiapan acara nasional di bulan Maret nanti Dan kebetulan aku adalah CO Acara Seperti biasa, aku berjalan kaki dari kos Melewati jalanan kampus yang sepi Seharusnya aku sudah memposting sebuah tulisan yang kubuat hari Kamis lalu, tapi aku lupa Tentang monyet Namun tenang saja, ketika aku menulis kisah ini postingan itu sudah bisa kau baca Mungkin ini adalah teguran dari Allah Aku begitu sombong Kau boleh membacanya di sini Hari ini aku diberi sebuah pengalaman yang sangat luar biasa Entahlah bagaimana caranya menceritakan Tapi kau harus baca jika ingin tau Kembali lagi ke cerita hari ini Jika kau sudah membaca postinganku sebelumnya kau pasti sudah tau bahwa ada sebuah jalan yang harus dilewati jika ingin ke sekre, dan orang-orang yang lewat di jalanan tersebut sering melihat monyet, bahkan dikejar. Nah, sebagaimana yang kutul

Puisi Pendek Kala Hujan (6)

Sebagai gadis yang jatuh cinta kepada rintik Jelas tak ada alasan bagiku untuk berteduh di kala hujan Namun jika itu adalah dalam pelukmu Aku rela terus disana Meski harus tenggelam bersama luka Bersama hujan pagi dan dingin di kamar kos yang sepi Anne