Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku meragukan lirik kesukaanku: Percayalah hati, lebih dari ini, pernah kita lalui.
Ini adalah penggalan lirik dari lagu yang selalu menjadi penguatku, menjadi penyemangat, mengobati sendu sedanku.
Liriknya relevan, semuanya.
Tentang mimpi-mimpi yang dilambungkan untuk menjadi nyata, tentang rindu-rindu kepada keluarga yang harus dilupakan sementara, juga tentang diri sendiri yang menjadi satu-satunya harapan tersisa.
Katanya, percayalah hati, lebih dari ini, pernah kita lalui. Kupikir, bisa jadi benar, hari-hari berat terjadi, dan sudah dilewati. Tangis malam hari, kesulitan dalam hidup yang tiada henti, juga janji-janji yang menunggu untuk ditebusi. Semua adalah lara, yang tentu saja bisa dinikmati.
Bertahun lagu ini menjadi mantra, bahwa aku bisa melalui semua, tak lagi perlu jauh melangkah, aku hanya perlu belajar, berdamai, untuk menikmati lara. Bertahun aku percaya, sedih hanya sementara, lara hanya sementara, duka hanya sementara, rindu hanya sementara.
Akan tetapi, malam ini aku meragukan lirik kesukaanku: Percayalah hati, lebih dari ini pernah kita lalui.
Apakah benar, lebih dari ini? Apakah benar yang lalu lebih berat? Benar, hal berat telah dilalui, tetapi kemudian hadir kembali yang lebih berat lagi. Aku tahu, semakin hari menjadi lebih kuat, untuk kemudian menghadapi keluh yang lebih hebat.
Apakah benar, lebih dari ini pernah kita lalui, hati? Atau ini hanya pemanis, hanya pemanis untuk lara yang tidak usai. Mungkin ini hanya pemanis untuk hati yang lelah dan hampir mati, bisa jadi benar begitu.
Apakah benar, lebih dari ini pernah kita lalui, hati? Rasanya aku begitu lelah, begitu payah. Sulit untukku menikmati lara, sulit untukku melupakan rindu, sulit untukku mengingat bahwa hanya ada aku sendiri.
Apakah benar ini sementara? Apakah benar sementara saja?
Komentar
Posting Komentar