Pekan ini usia kehamilanku memasuki 39 minggu. Janin yang dulunya masih belum aku percaya ada dalam perutku sudah mulai menendang-nendang kuat sekali, di bagian bawah perutku. Sepertinya mulai mencari jalan lahir untuk ia hadir dalam duniaku.
Aku sulit mendeskripsikan rasa, khawatir, haru, deg-degan, penasaran, bahagia, juga takut. Aku tahu bahwa kehamilan adalah fitrah, adalah suatu proses yang bisa dijelaskan secara biologis juga oleh agama. Kehamilan adalah hal wajar, hal yang biasa dialami oleh makhluk yang memiliki rahim dan vagina. Maksudku, adalah wajar, aku, seorang perempuan, memiliki suami, melakukan aktivitas seksual, hamil.
Akan tetapi rasanya dengan segala "kewajaran" ini, aku merasa banyak sekali takut. Akan kematian terutama. Aku takut sekali mati, aku takut meninggalkan dunia ini, takut jika nanti bayiku lahir, aku tak bisa membersamai tumbuh kembangnya. Takut pula bila suamiku menikah lagi. Meski pada akhirnya aku mencoba menenangkan diri, bahwa kematian sudah Allah tetapkan. Bila aku mati saat melahirkan, aku akan masuk syurga. Akupun juga bisa taubat nasyuha sebelum melahirkan, jaga-jaga bila tidak ada lagi waktu untukku bertaubat dan meminta ampun kepada Allah. Aku mencoba berkali-kali mengingatkan pada diriku bahwa tidak ada yangg perlu aku khawatirkan jika aku meninggal, urusanku selesai. Sebagaimana yang aku ketahui, kematian ditanggung oleh orang-orang yang ditinggalkan, dan bukan urusanku mengkhawatirkan orang-orang yang bahkan aku tidak ketahui nasibnya akan seperti apa.
Sebentar lagi aku melahirkan. Boleh jadi dua hari lagi, harapanku tidak lebih cepat. Selain kematian, aku takut sekali tidak menjadi ibu yang bahagia. Aku takut merasa kehidupanku terampas, aku takut merasa masih sedikit waktu yang kuhabiskan untuk diriku sendiri. Aku takut menjadi ibu dengan segala ketidakpuasan dan kemarahan sehingga anakku menjadi pelampiasan. Aku takut kehilangan jati diri, aku takut kehilangan diriku sendiri, aku takut melupakan diriku yang aku kenali.
Aku rasa menjadi ibu akan banyak mengubahku. Sebagaimana banyaknya prioritasku yang bergeser ketika aku hamil, nantipun ketika menjadi ibu boleh jadi juga akan begitu. Untuk itu aku berharap, semoga apapun nanti yang terjadi, seberapa beratpun hari yang kulalui, semoga aku terus mengingat bahwa bukan anakku yang merengek untuk datang kepadaku, mengemis agar aku menjadi ibu. Semoga aku mengingat bahwa anakku adalah jawaban dari doa-doaku, bahwa aku ingin punya anak dalam keadaan siap lahir dan batin, baik diriku, juga suamiku.
Untuk itu, bila nanti aku merasa begitu lelah, semoga aku ingat, bahwa ini adalah jawaban dari doa-doaku, bahwa aku diberikan anak, adalah pertanda bahwa aku dan suamiku siap lahir dan batin, adalah pertanda bahwa seterusnya adalah perkara ujian hidup, sebagaimana yang selama ini diberikan kepadaku, bahwa sabar adalah penolongku.
Komentar
Posting Komentar