Pantai itu candu, ombak selalu merindu (Anne, 2017). |
Keindahan terkadang bersifat adiktif. Memicu candu untuk selalu bertemu. Adiktif pada manusia, maka selalu ingin melihat senyumnya. Adiktif pada suatu benda maka akan selalu menjaga : tidak ingin rusak ataupun hilang. Namun alangkah sempurna jika seluruh adiksi diberikan kepada pencipta, Allah SWT hingga semua aspek kehidupan menjadi berpusat kepadaNya dan hanya pada Allah lah candu itu tercipta. Mari berdoa agar kita bisa menjadi pengisi barisan orang-orang yang adiktif terhadap Penguasa Alam Raya. Amiin..
Bicara soal candu, aku jatuh cinta sejak kali pertama jumpa dengan pantai. Keindahan yang membuatku senantiasa mengulang ayat pada Surah Ar Rahman. Aku selalu mendamba untuk kembali ke pantai dengan langit biru, pasir yang berbisik mesra bersama ombak yang bergulung menepi : mencoba berbagi cerita tentang dunia sebelum menjadi buih. Pulau Pamutusan, Sumatera Barat adalah pantai pertama yang kukunjungi setelah hampir 10 tahun tidak ke tepi laut. Pulau ini pulalah yang membuatku mendamba ingin kembali dan mencari buih yang ingin berbagi namun tak pernah sempat.
Beruntungnya aku, beberapa hari lalu aku berkesempatan mengunjungi Pulau Rupat. Salah satu pulau yang dimiliki oleh Riau yang memiliki potensi yang luar biasa. Pulau Rupat merupakan bagian dari Kabupaten Bengkalis. Bersinggungan langsung dengan Selat Malaka, Rupat menjanjikan keindahan dan keunikan pantai yang berbeda di setiap pelosoknya. Memiliki luas kurang lebih 1.500 kilometer persegi dengan 47.000 jiwa penduduk Pulau Rupat dibagi menjadi dua kecamatan yaitu kecamatan Rupat dan kecamatan Rupat Utara. Masing-masing kecamatan memiliki keindahan alam pantai yang mempesona, dan yang kukunjungi adalah Pantai Ketapang yang terletak di Desa Sungai Cingam, Kecamatan Rupat.
not really a good photo by an amateur : me |
Untuk menuju Pantai Ketapang memakan waktu sekitar 7 jam jika bergerak dari Pekanbaru. Diawali dengan perjalanan darat menuju Kota Dumai selama lebih kurang 5 jam lalu dilanjutkan dengan menyebrangi lautan dengan menumpang kapal selama 20-30 menit perjalanan. Ketika sudah tiba di Pulau Rupat, untuk sampai ke lokasi menghabiskan waktu 1,5 sampai 2 jam. Aku sangat sennag ketika sudah sampai di pulau. Indah dan asri sekali. Pohon kelapa (dan juga kebun sawit) mengusir rasa sepiku. Sangat jarang sekali berbapapasan dengan pengendara lain. Jalanan SEPI. Aku ingin sekali berteriak, namun sadar diri di kampung orang, jadilah kupendam saja dan kupuaskan dengan menatap langit. BIRU. Biru sekali tanpa polusi. Ah sungguh melegakan.
Aku dipeluk angin ketika mulai menginjakkan kakiku di Pantai Ketapang. Sungguh menyegarkan dan menenangkan. Nyanyian ombak terdengar dari jauh. Langitnya biru, sempurna begitu. Aku sejujurnya tidak berharap akan menemui pasir putih dan air laut yang berwarna biru, karna aku tahu pantai ini termasuk perairan selat malaka yang dangkal dan keruh, bahkan aku hampir menduga akan menemui pasir berlumpur di sini karena sepanjang perjalanan menuju pantai kudapati ekosistem mangrove yang membuatku menduga-duga jenis pantainya yang ternyata dugaanku salah besar. Pantai Ketapang memiliki pantai berpasir yang sangat indah dan cukup luas. Keunikan dari pasir di pantai ini adalah memiliki kekuatan menampung beban. Aku bingung bagaimana menjelaskan secara ilmiah (i swear i'll tell about it later in another post) namun yang pasti pantai ini sering dijadikan tempat untuk balapan motor oleh warga setempat. Jika ada pantai yang menenggelamkan kakimu menyatu bersamanya, maka pantai Ketapang memiliki pasir yang kokoh, seperti tanah mungkin. Selain itu ketika surut akan ada lubang-lubang kecil di sepanjang pantai. Kau ingin tahu apa isinya ? Sarang kepiting ! Bayangkan betapa lucunya hewan mungil yang sibuk dengan capitnya. Sungguh menggemaskan.
Selain keindahan di atas, yang membuatku sangat bersemangat di pantai Ketapang adalah ekosistem mangrove (bagi yang tidak tahu apa itu mangrove silahkan klik tautan ini ). Ketika aku melihat pasir di pantai Ketapang, pertanyaan yang langsung kulontarkan adalah "Pantainya berpasir terus kok ada ekosistem mangrove di sepanjang jalan ?"
Mungkin bagimu bisa saja tidak bermakna apa-apa. Namun bagiku, seorang mahasiswi perikanan yang baru dua kali ke pulau hal ini yang cukup mengherankan. Kau bingung ? Baiklah kujelaskan.
Mangrove adalah salah satu ekosistem yang hidup di perairan payau, memiliki peranan yang sangat besar dalam kelestarian lingkungan perairan. Ekosistem mangrove merupakan spawning ground (tempat pemijahan) dan nursery ground (tempat tumbuh kembang, mendapatkan nutrisi) bagi berbagai spesies. Mulai dari udang, kerang, dan berbagai jenis ikan. Untuk lebih lengkapnya kau bisa mencari informasi dari sumber lainnya (catatan kuliahku misalnya )
Lalu apa salahnya jika di dekat Pantai Ketapang terdapat ekosistem mangrove ? Kan malah bagus untuk pelestarian habitat di perairan tersebut.
Mungkin pertanyaan itu akan muncul dari kalian..
Nah masalahnya adalah seingat dan sepengetahuanku mangrove memiliki habitat di air payau yang bersubstrat lumpur. Apabila terdapat mangrove di suatu perairan, maka dapat dipastikan bahwa perairan tersebut dasarnya lumpur. Lalu mengapa Pantai Ketapang berpasir ? Hayo kenapa menurutmu ?
Rasaku bukan kali ini waktu yang tepat untuk mendapat jawaban. Aku harus segera bersiap untuk sahur. Nanti, aku akan mengulas lebih mendalam tentang hal ini. Bagi kalian yang memiliki dugaan dan argumentasi silahkan tulis di kolom komentar ya !
Selamat berpuasa semua !
ps : bagi kalian yang ingin menuju pulau Ketapang, silahkan kirimkan email padaku. aku akan sangat senang menemani dan mengenalkan kalian pada seorang Ibu yang berjualan di pantai Ketapang yang berbaik hati menawarkan tinggal di pondoknya jika kali lain aku kembali ke sana.
Karena pantai ini merupakan pantai timur sumatera yg cenderung dangkal dan slope nya juga landai.. ekosistem mangrove memang dominan di pantai timur namun
BalasHapusDengan luasnya lautan dan letaknya yg terpisah dari pulau sumatera membuat berbedanya tekstur pantai ketapang ini