Langsung ke konten utama

rasa sedih dan luka masa kecil.

Aku ga yakin bisa selesai menulis ini dengan baik, ga yakin dengan penggunaan bahasa yang kupilih, jangan lagi majas pun kata konotasi. Aku menulis dengan perasaan sedih dan hati yang hancur. Tentang hal yang sudah lama kurasakan, tentang trauma masa lalu yang ternyata sampai hari ini belum terselesaikan.

Hari ini aku menonton video yang membuat hatiku hancur, menangis begitu kencang, sampai saat ini, di malam hari aku masih menangis. Video ini tanpa sengaja muncul di instagramku, isinya tentang anak yang diedukasi ibunya untuk tidak merasa sedih bila ada temannya yang mengejeknya karena giginya lebih besar ukurannya daripada ukuran gigi anak normal biasa (giginya besar dan maju), ia bilang kalau ada yang mengejek ia merasa sedih dan di akhir video dia minta maaf untuk giginya yang jelek dan memohon untuk tidak berkata buruk tentang giginya tersebut. Aku sedih sekali, aku langsung menangis (sampai sekarang masih). Padahal aku tahu tidak perlu mengasihani anak tersebut, karena dia memiliki orang tua yang kaya, nanti ketika gigi susunya sudah lepas semua aku yakin setiap perawatan terbaik akan diberikan kepadanya. Aku tahu aku tidak berhak merasa kasihan, tetapi aku begitu bersedih karena anak tersebut harus meminta maaf, aku bersedih karena dia juga bersedih ketika diejek. Aku bersedih karena dia meminta maaf, padahal apa salahnya? Emang dia yang minta punya penampilan begitu? Apa salahnya? Emang dia yang minta untuk diejek? Emang apa salahnya? Kan juga dia udah berniat mau benerin biar bisa diterima orang, tapi karna belum bisa ya mau gimana? Banyak sedihku, banyak pula air mataku.

Awalnya kukira rasa sedih ini bersumber dari kedekatanku pada adik-adikku yang seusia dengannya, aku khawatir bila adik-adikku dibully dan mereka merasa sedih karenanya. Akan tetapi kemudian aku menyadari, ternyata yang bersedih adalah Ane kecil, yang memiliki luka sendiri dalam hatinya perkara gigi yang maju ini. Aku tidak pernah membahas hal ini sebelumnya, karena aku malu. Aku malu dan rendah diri. Tetapi bila tidak kutulis, rasanya aku tidak akan berhenti menangis sampai pagi ...

Dulu, ketika masih sekolah dasar beberapa anak laki-laki mengejekku dengan sebutan monyong, pernah suatu waktu gambar micky mouse diletakkan di dinding tempat aku duduk (kalau dipikir-pikir niat juga ya si bocah) dan bilang bahwa gigiku mirip dengan tikus tsb, pernah juga beberapa kali aku dengar katanya aku cantik tapi gigiku maju. Waktu itu, aku sedih. Akan tetapi seingatku tidak begitu berpengaruh pada diriku, aku tidak peduli dengan anak laki-laki jelek yang suka mengejek (soalnya waktu itu ada kasus perundungan kepadaku yang lebih mengenaskan wkwkw nanti kapan kapan diceritakan).

Ketika SMP & SMA sebenarnya tidak ada yang mengataiku langsung, mungkin karena waktu itu aku sibuk berprestasi, teman-temanku dipenuhi dengan anak-anak baik dan pintar, lingkungan ambis dan positif. Mungkin ada satu dua yang memberi label monyong, cuma yaa sepertinya tidak terlalu aku pikirkan.

Ketika kuliah, sebenarnya juga sama dengan ketika SMP & SMA, tetapi ada beberapa teman dekat yang cukup konsisten memanggilku Abon (Anne boneng) wkwkwkwwk mungkin menurutnya lucu, tapi aku cukup terganggu (Untungnya cukup cerdas untuk tidak menanggapi).

Kukira aku baik-baik saja dalam mengelola rasa malu atau rendah diri perkara tampilan gigiku yang kurang sempurna ini, tetapi ketika memasuki usia dewasa, ternyata berpengaruh besar ya ... lebih sakitnya lagi butuh waktu untuk menerima dan memaafkan diriku sendiri (kalau orang lain sih aku ga peduli, aku penganut anti dendam soalnya heuheu).

Tanpa aku sadari ternyata ejekan masa kecil atau semasa sekolah ini berdampak pada rasa percaya diriku. Bicaraku kadang tidak jelas, kesannya terburu-buru, padahal menurutku aku sudah mengatakan hal yang benar, artikulasiku rasanya sudah tepat, tapi aku seperti berkumur-kumur ketika bicara (wlwkwkw sad). Ternyata setelah kutelaah, ini karena aku tidak membuka mulutku dengan lebar, sehingga kurang tersampaikan apa yang ingin kubicarakan. Kenapa tidak membuka mulut dengan maksimal? Apalagi kalau bukan karena merasa rendah diri, malu dengan kondisi gigiku.

Aku tidak pernah percaya diri tersenyum dengan menampakkan gigi, padahal sebenarnya kalau kulihat juga tidak jelek. Padahal kan senyuman itu terpancar lewat mata, ketulusan dilihat dari sana, tapi tetap saja tidak bisa ...  tiba-tiba teringat aku pada lomba Fashion show ketika SD, aku berkali-kali disuruh tersenyum, kukira sudah, ternyata yaaaa tidak wkwkwkwkw soalnya kesannya terpaksa dan aku tidak membuka gigi.

Kondisi ini juga membuatku tidak percaya diri di depan kamera, susah sekali untuk tersenyum menampakkan gigi. Jangan tanya berapa yang berhasil kuungah ke media sosial, sedikit sekali.

Yang paling menyedihkan, setiap foto yang pertama kulihat adalah bagian bibir dan gigi, apakah aku terlihat bagus? Apakah aku terlihat monyong? Apakah gigiku jelek? Aku menentukan bagus atau tidak dari penampilan gigiku. Lebih parahnya, aku menilai orang lain juga dari kerapian giginya, dari senyumnya, dan cantik atau tidaknya dari bentuk gigi dan senyumnya. Padahal kan bukan itu poinnya (aku tahu, tapi kalau perkara ini kaya sulit gitu loh). Aku jarang iri pada orang lain, tapi ketika melihat gigi orang yang rapi akhirnya aku berkata "coba gigiku juga kaya gitu" wkwkwkwkw menyedihkan emang brou ...

Aku tahu, aku dinilai bukan berdasarkan bentuk gigiku. Selama ini aku memiliki prestasi, memiliki kemampuan berpikir, memiliki nilai dari diriku sendiri. Aku memiliki teman-teman dekat yang tidak mementingkan fisik, yang tidak masalah dengan bentuk gigiku sehingga aku merasa perlu meminta maaf. Aku sadar bahwa nilai diri seseorang bukan dari penampilan fisiknya, melainkan dari hati dan kemampuan berpikirnya. Aku mengerti, aku paham betul. Bahkan sejatinya yang membuatku ingin menjadi perempuan cerdas, pintar, dan baik hati karena aku menyadari fisikku (gigi maksudnya) kurang sempurna ...

Aku paham sekali soal percaya diri, karena aku menyadari aku tetap bisa bersinar dan memiliki pegangan. Tetapi tak bisa kupungkiri, beberapa kali aku kurang maksimal karena gigiku yang menurutku ga layak wkwkwkwkwkwkwkwkwkw nangis.

Aku lupa, terlepas dari bentuk gigiku, aku punya kelebihan lain

Fisik misalnya, mata yang bagus, kulit tanpa drama jerawat, rambut hitam panjang, tinggi yang lumayan, kulit terang, alis on point tanpa harus dicukur, hidung mancung, bibir merah muda alami yang sehat. Tetapi entah kenapa lebih seringnya aku merasa rendah diri dengan gigiku.

Kualitas lain misalnya, prestasiku, karirku yang bagus, kemampuan membaca, menulis, kemudahanku dalam menemukan kebahagiaan, orang-orang tersayang, hal-hal yang sebenarnya lebih penting dari sekadar bentuk gigi yang maju.

Aku tidak sadar, ternyata luka masa kecil itu ada, dan kembali menganga karena video di instagram. Aku menangis, untuk anak di video, untuk diriku sendiri, untuk Ane masa kecil yang lebih banyak diam, yang belum mengerti dan dibekali pertahanan diri untuk merasa cukup. Aku menangis untuk anak-anak lain yang di masa kecilnya harus diejek karena tidak sempurna atau tidak sesuai dengan standar di masyarakat kita. Aku menangis untuk luka-luka yang tersebab karena ketidaktahuanku.. aku menangisi diriku.

Sulit memang memaafkan diriku sendiri, sampai hari ini juga aku masih belajar menerima kekuranganku ini. Semoga dengan menulis begini, aku jadi lebih mudah berdamai dengan sendiri dan pelan-pelan menutup luka masa kecil hingga bekasnya pun tak lagi ada nanti.


8.40
20 September 2022






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Train to Busan (2016) Review & Sinopsis (+Spoiler) : i see human, but not humanity.

Sore tadi, aku menonton film yang sebenarnya sudah cukup lama ingin ku tonton. Bukan genre favorit sesungguhnya, namun cukup menarik minatku. Kebetulan teman se kosku, Elva ingin menonton film ini, tapi dia takut sendirian. Baiklah, cukup basa-basinya. Selamat membaca :) for more pictures search on google ;) Train to Busan adalah film asal negeri ginseng, Korea Selatan yang berhasil mengagetkan industri perfilman internasional. Tidak hanya sukses di negara terdekat saja, Train to Busan menggemparkan ranah film barat yang memang sudah sering mengangkat cerita serupa : ZOMBIE. Sebagaimana yang sudah kusampaikan di awal, film yang menampilkan zombie tidak pernah masuk dalam daftar tontonan favoritku. Aku sangat jijik melihat zombie yang berdarah-darah, memakan manusia dengan rakus dan penampilannya yang membuatku ingin muntah. Tidak banyak film serupa yang pernah kutonton, Price Prejudice and Zombies, Warm Bodies dan satu film lagi yang dibintangi oleh Tom Cruise yang

Dikejar Monyet

Aku akan berkisah tentang pengalaman yang sangat luar biasa Yang kualami sendiri Hari ini, aku ada rapat di sekre BEM Universitas Riau. Persiapan acara nasional di bulan Maret nanti Dan kebetulan aku adalah CO Acara Seperti biasa, aku berjalan kaki dari kos Melewati jalanan kampus yang sepi Seharusnya aku sudah memposting sebuah tulisan yang kubuat hari Kamis lalu, tapi aku lupa Tentang monyet Namun tenang saja, ketika aku menulis kisah ini postingan itu sudah bisa kau baca Mungkin ini adalah teguran dari Allah Aku begitu sombong Kau boleh membacanya di sini Hari ini aku diberi sebuah pengalaman yang sangat luar biasa Entahlah bagaimana caranya menceritakan Tapi kau harus baca jika ingin tau Kembali lagi ke cerita hari ini Jika kau sudah membaca postinganku sebelumnya kau pasti sudah tau bahwa ada sebuah jalan yang harus dilewati jika ingin ke sekre, dan orang-orang yang lewat di jalanan tersebut sering melihat monyet, bahkan dikejar. Nah, sebagaimana yang kutul

Puisi Pendek Kala Hujan (6)

Sebagai gadis yang jatuh cinta kepada rintik Jelas tak ada alasan bagiku untuk berteduh di kala hujan Namun jika itu adalah dalam pelukmu Aku rela terus disana Meski harus tenggelam bersama luka Bersama hujan pagi dan dingin di kamar kos yang sepi Anne