Seperti yang tadi kujelaskan, tujuanku jauh-jauh adalah untuk menjahit tasku.
Tas LV pemberian tanteku, yang talinya putus. Sudah lama sebenarnya aku ingin memperbaikinya, namun aku baru sempat.
Kenapa harus ke Pasar Pusat ?
Kenapa tidak di Panam atau di sepanjang jalan HR. Subrantas saja ?
Jawabannya sederhana, aku lebih suka jika atuak tukang sol pasar pusat yang menjahitnya.
Aku pertama kali melihatnya saat pertama kali menjelajahi pasar pusat duluuuuu sekali saat awal-awal menjadi maba.
Aku memang suka ke pasar. Hanya untuk melihat-lihat. Aku juga suka membuat diriku "kesasar" sendirian. Wujud pelarian yang bermanfaat bagiku. Jika kau ingin tau, coba saja.
Saat pertama kali melihat beliau, kagum pasti aku. Luar biasa sekali ia, penuh semangat meski sudah tua.
Aku selalu salut dengan orang-orang yang mau berusaha, yang tak ingin mengemis. Akui saja, terkadang kesal kan melihat orang-orang mengemis, padahal masih bisa bekerja. Mamaku paling benci dengan orang demikian.
Aku sangat ingin memakai jasa beliau, tapi sayangnya aku tak punya sepatu yang solnya lepas. Jadi setiap lewat aku hanya bisa memandangi beliau dan tersenyum jika kebetulan ia menoleh.
Mungkin Tuhan ingin aku berkenalan dengan atuak, aku merusak sepatu temanku. Hanya rusak sedikit, tapi perlu dijahit. Sebagai orang yang bertanggung jawab jelas aku memperbaikinya.
Kubawa ke atuak.
Jahitnya rapi, tak lama.
Beliau masih gesit di usia senja.
Karna itu kali pertama aku menjahit sepatu di sana, kutanya berapa
"agiah se lah"
Begitu katanya.
Kukeluarkan uang sepuluh ribu, lalu segera mengambil ancang-ancang untuk pergi.
Mengejutkan, beliau memberi kembalian, bergambar gadis pandai sikek.
Aku terharu, bagiku sepuluh ribu tak berarti banyak dengan apa yang telah ia lakukan. Bayangkan jika tak dijahit olehnya, mungkin aku harus membeli sepatu baru. Tapi kuterima juga uangnya, karna atuak memaksa. Sejak saat itu aku bertekad untuk terus menjahit sepatu disana, meski aku tak tau kapan.
Hari ini pun demikian.
Selain tas, kujahit juga sendal, yang sebenarnya tak perlu dijahit.
Tapi tasku hanya sedikit saja, aku tak mungkin hanya memberi lima ribu lagi. Oleh sebab itu kutambah sepatu.
Kujelaskan apa yang rusak, dengan bahasa minang tentu saja.
"Bilo ka ba ambiak?" tanya beliau
"Sabanta lai tuak, awak ka balanjo sabanta" jawabku.
Parahnya aku, sabanta di situ hampir satu jam
Terlalu asik melihat-lihat.
Maafkan aku.
Hujan-hujanan aku.
Takut atuak terlalu lama menunggu.
"Baraa tuak ?" kutanya
"Agiah se limo baleh" katanya
Kukeluarkan uang sepuluh ribuan dan lima ribuan.
Terimakasih kuucapkan sebesar-besarnya.
Mungkin ini yang namanya bahagia.
Bahagia ketika melihat orang lain tersenyum.
Memberi tanpa harus mengasihani.
Nanti-nanti harus sering begini.
Doakan rezeki atuak lancar ya !
ps : Jika ingin menjahit sepatu dengan atuak juga silahkan ke pasar pusat. Kalau dari Ramayana depan, ada jalan kecil tempat pejalan kaki, lapak atuak akan terlihat jika kau menoleh ke kiri, di dekat pertigaan.
Tas LV pemberian tanteku, yang talinya putus. Sudah lama sebenarnya aku ingin memperbaikinya, namun aku baru sempat.
Kenapa harus ke Pasar Pusat ?
Kenapa tidak di Panam atau di sepanjang jalan HR. Subrantas saja ?
Jawabannya sederhana, aku lebih suka jika atuak tukang sol pasar pusat yang menjahitnya.
Aku pertama kali melihatnya saat pertama kali menjelajahi pasar pusat duluuuuu sekali saat awal-awal menjadi maba.
Aku memang suka ke pasar. Hanya untuk melihat-lihat. Aku juga suka membuat diriku "kesasar" sendirian. Wujud pelarian yang bermanfaat bagiku. Jika kau ingin tau, coba saja.
Saat pertama kali melihat beliau, kagum pasti aku. Luar biasa sekali ia, penuh semangat meski sudah tua.
Aku selalu salut dengan orang-orang yang mau berusaha, yang tak ingin mengemis. Akui saja, terkadang kesal kan melihat orang-orang mengemis, padahal masih bisa bekerja. Mamaku paling benci dengan orang demikian.
Aku sangat ingin memakai jasa beliau, tapi sayangnya aku tak punya sepatu yang solnya lepas. Jadi setiap lewat aku hanya bisa memandangi beliau dan tersenyum jika kebetulan ia menoleh.
Mungkin Tuhan ingin aku berkenalan dengan atuak, aku merusak sepatu temanku. Hanya rusak sedikit, tapi perlu dijahit. Sebagai orang yang bertanggung jawab jelas aku memperbaikinya.
Kubawa ke atuak.
Jahitnya rapi, tak lama.
Beliau masih gesit di usia senja.
Karna itu kali pertama aku menjahit sepatu di sana, kutanya berapa
"agiah se lah"
Begitu katanya.
Kukeluarkan uang sepuluh ribu, lalu segera mengambil ancang-ancang untuk pergi.
Mengejutkan, beliau memberi kembalian, bergambar gadis pandai sikek.
Aku terharu, bagiku sepuluh ribu tak berarti banyak dengan apa yang telah ia lakukan. Bayangkan jika tak dijahit olehnya, mungkin aku harus membeli sepatu baru. Tapi kuterima juga uangnya, karna atuak memaksa. Sejak saat itu aku bertekad untuk terus menjahit sepatu disana, meski aku tak tau kapan.
Hari ini pun demikian.
Selain tas, kujahit juga sendal, yang sebenarnya tak perlu dijahit.
Tapi tasku hanya sedikit saja, aku tak mungkin hanya memberi lima ribu lagi. Oleh sebab itu kutambah sepatu.
Kujelaskan apa yang rusak, dengan bahasa minang tentu saja.
"Bilo ka ba ambiak?" tanya beliau
"Sabanta lai tuak, awak ka balanjo sabanta" jawabku.
Parahnya aku, sabanta di situ hampir satu jam
Terlalu asik melihat-lihat.
Maafkan aku.
Hujan-hujanan aku.
Takut atuak terlalu lama menunggu.
"Baraa tuak ?" kutanya
"Agiah se limo baleh" katanya
Kukeluarkan uang sepuluh ribuan dan lima ribuan.
Terimakasih kuucapkan sebesar-besarnya.
Mungkin ini yang namanya bahagia.
Bahagia ketika melihat orang lain tersenyum.
Memberi tanpa harus mengasihani.
Nanti-nanti harus sering begini.
Doakan rezeki atuak lancar ya !
ps : Jika ingin menjahit sepatu dengan atuak juga silahkan ke pasar pusat. Kalau dari Ramayana depan, ada jalan kecil tempat pejalan kaki, lapak atuak akan terlihat jika kau menoleh ke kiri, di dekat pertigaan.
Komentar
Posting Komentar