Langsung ke konten utama

20/11/16 (4) : Atuak Tukang Sol Pasar Pusat

Seperti yang tadi kujelaskan, tujuanku jauh-jauh adalah untuk menjahit tasku.
Tas LV pemberian tanteku, yang talinya putus. Sudah lama sebenarnya aku ingin memperbaikinya, namun aku baru sempat.

Kenapa harus ke Pasar Pusat ?
Kenapa tidak di Panam atau di sepanjang jalan HR. Subrantas saja ?

Jawabannya sederhana, aku lebih suka jika atuak tukang sol pasar pusat yang menjahitnya.

Aku pertama kali melihatnya saat pertama kali menjelajahi pasar pusat duluuuuu sekali saat awal-awal menjadi maba.
Aku memang suka ke pasar. Hanya untuk melihat-lihat. Aku juga suka membuat diriku "kesasar" sendirian. Wujud pelarian yang bermanfaat bagiku. Jika kau ingin tau, coba saja.

Saat pertama kali melihat beliau, kagum pasti aku. Luar biasa sekali ia, penuh semangat meski sudah tua.
Aku selalu salut dengan orang-orang yang mau berusaha, yang tak ingin mengemis. Akui saja, terkadang kesal kan melihat orang-orang mengemis, padahal masih bisa bekerja. Mamaku paling benci dengan orang demikian.

Aku sangat ingin memakai jasa beliau, tapi sayangnya aku tak punya sepatu yang solnya lepas. Jadi setiap lewat aku hanya bisa memandangi beliau dan tersenyum jika kebetulan ia menoleh.

Mungkin Tuhan ingin aku berkenalan dengan atuak, aku merusak sepatu temanku. Hanya rusak sedikit, tapi perlu dijahit. Sebagai orang yang bertanggung jawab jelas aku memperbaikinya.
Kubawa ke atuak.
Jahitnya rapi, tak lama.
Beliau masih gesit di usia senja.
Karna itu kali pertama aku menjahit sepatu di sana, kutanya berapa

"agiah se lah"

Begitu katanya.

Kukeluarkan uang sepuluh ribu, lalu segera mengambil ancang-ancang untuk pergi.
Mengejutkan, beliau memberi kembalian, bergambar gadis pandai sikek.
Aku terharu, bagiku sepuluh ribu tak berarti banyak dengan apa yang telah ia lakukan. Bayangkan jika tak dijahit olehnya, mungkin aku harus membeli sepatu baru. Tapi kuterima juga uangnya, karna atuak memaksa. Sejak saat itu aku bertekad untuk terus menjahit sepatu disana, meski aku tak tau kapan.

Hari ini pun demikian.
Selain tas, kujahit juga sendal, yang sebenarnya tak perlu dijahit.
Tapi tasku hanya sedikit saja, aku tak mungkin hanya memberi lima ribu lagi. Oleh sebab itu kutambah sepatu.

Kujelaskan apa yang rusak, dengan bahasa minang tentu saja.

"Bilo ka ba ambiak?" tanya beliau

"Sabanta lai tuak, awak ka balanjo sabanta" jawabku.

Parahnya aku, sabanta di situ hampir satu jam
Terlalu asik melihat-lihat.
Maafkan aku.

Hujan-hujanan aku.
Takut atuak terlalu lama menunggu.

"Baraa tuak ?" kutanya
"Agiah se limo baleh" katanya

Kukeluarkan uang sepuluh ribuan dan lima ribuan.
Terimakasih kuucapkan sebesar-besarnya.

Mungkin ini yang namanya bahagia.
Bahagia ketika melihat orang lain tersenyum.
Memberi tanpa harus mengasihani.
Nanti-nanti harus sering begini.

Doakan rezeki atuak lancar ya !



ps : Jika ingin menjahit sepatu dengan atuak juga silahkan ke pasar pusat. Kalau dari Ramayana depan, ada jalan kecil tempat pejalan kaki, lapak atuak akan terlihat jika kau menoleh ke kiri, di dekat pertigaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah Kerja Nyata Universitas Riau 2018

Dua pekan berlalu. Sampai saat ini aku masih biasa-biasa saja. Untuk itu ada baiknya kuceritakan saja cerita dua bulan penuh makna, dua bulan drama dengan manusia-manusia luar biasa. Kuliah Kerja Nyata judulnya. Judul yang boleh jadi berubah di akhir cerita. Baiklah kumulai saja kisahnya. Logo ! ___ Tim ini terbentuk sejak Januari lalu. Sudah lama sekali. Berbeda dengan KKN Reguler yang pendaftarannya dimulai sejak semester genap 2017/2018, pengumuman pembentukan Tim KKN Tematik dijadwalkan selesai sebelum akhir semester ganjil. 6/10 (awalnya : Aku; Geliska; Nada; Fany; Fadhel; Budi) dari kami adalah alumni JSP ( baca di sini ). Sisanya merupakan tim rekrutan oleh Fadhel (Diyah & Zaki), Rizki (Nada), Adi (Geliska). Sebagai manusia yang tidak sulit bergaul dan berteman, buatku tak soal. Selanjutnya bisa kau tebak, kami bertemu lalu mencari desa kemudian merancang program kerja dan ya jadilah ia sebuah Tim KKN TEMATIK Desa Sungai Ara, Kec. Kempas, Kab. Indragiri Hil...

Dikejar Monyet

Aku akan berkisah tentang pengalaman yang sangat luar biasa Yang kualami sendiri Hari ini, aku ada rapat di sekre BEM Universitas Riau. Persiapan acara nasional di bulan Maret nanti Dan kebetulan aku adalah CO Acara Seperti biasa, aku berjalan kaki dari kos Melewati jalanan kampus yang sepi Seharusnya aku sudah memposting sebuah tulisan yang kubuat hari Kamis lalu, tapi aku lupa Tentang monyet Namun tenang saja, ketika aku menulis kisah ini postingan itu sudah bisa kau baca Mungkin ini adalah teguran dari Allah Aku begitu sombong Kau boleh membacanya di sini Hari ini aku diberi sebuah pengalaman yang sangat luar biasa Entahlah bagaimana caranya menceritakan Tapi kau harus baca jika ingin tau Kembali lagi ke cerita hari ini Jika kau sudah membaca postinganku sebelumnya kau pasti sudah tau bahwa ada sebuah jalan yang harus dilewati jika ingin ke sekre, dan orang-orang yang lewat di jalanan tersebut sering melihat monyet, bahkan dikejar. Nah, sebagaimana yang kutul...

Lebaran Monyet

Aku lupa saat itu kami membahas apa. Entah sesuatu yang kujanjikan, atau yang benar-benar ia harapkan Tapi satu yang jelas kuketik di whatsapp adalah "Tunggu saja sampai lebaran monyet" Kau pasti pernah mendengar kan ungkapan tersebut ? Banyak ungkapan sejenis seperti "Tunggu saja sampai bulan jadi dua" atau "Tunggu saja sampai Eminem ngeluarin album religi" atau  "Tunggu saja sampai Justin Bieber duet bareng Opick nyanyiin lagu dangdut" Ya sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi. Kalaupun terjadi, hanya sedikit kemungkinannya atau bahkan akan menunggu sangat lama Menanggapi lebaran monyet tersebut bukan lah kesal atau protes darinya yang kudapat Melainkan sebuah foto yang membuatku tertawa terbahak-bahak Lebaran Monyet " Itu lagi lebaranan" Balasnya. Aduh ingin sekali kupeluk ia saat itu juga Menggemaskan sekali